IDI: Tidak Ada Jaminan Kebiri Kimia Bisa Hentikan Penyimpangan Seksual
Jakarta - Sekjen Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Moh. Adib Khumaidi menyatakan penolakannya terhadap suntik kebiri kimia bagi penjahat seksual anak. IDI justru mendorong hukuman pidana seumur hidup bagi penjahat seksual.
"Dari awal muncul wacana ini kita menolak melakukan tindakan itu (kebiri kimia)," ujar Adib saat dihubungi detikcom, Jumat (27/5/2016) malam.
Menurut Adib, melakukan kebiri kimia merupakan pelanggaran terhadap sumpah dan kode etik dokter mengenai keutamaan kesehatan pasien. Alasannya suntik kebiri yang bertujuan menekan hormon testosteron pada lelaki, punya efek negatif terhadap orang yang mengalaminya.
"Hormon testosteron selain untuk masalah hormon laki-laki, dia juga menjaga di dalam metabolisme tubuh terkait dengan masalah tulang. Kalau hormon ditekan atau dihilangkan, maka efeknya adalah kerapuhan pada tulang yang akan bisa terjadi pada orang-orang yang akan diberikan obat anti androgen. Kedua, kualitas muscle atau ototnya pun juga menurun sehingga bisa terkena resiko serangan jantung juga," papar Adib.
Atas alasan tersebut, IDI berharap Majelis Hakim yang mengambil putusan atas perkara kejahatan seksual terhadap anak, memilih untuk memperberat hukuman terdakwa.
"Kami melihat klausul yang satunya lagi kasih hukuman seberat beratnya dan hakim bisa memutuskan itu, nah itu yang kita dorong sampai kalau perlu hukuman seumur hidup supaya dia tidak berinteraksi sosial," kata Adib.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebelumnya mengatakan hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak sepenuhnya menjadi pertimbangan hakim dalam putusannya. Dokter sebagai eksekutor kebiri kimia tidak dapat menolak menjalankan putusan hakim.
"Nanti kan kalau sudah keputusan pengadilan, pengadilan lah yang menentukan. Soal teknisnya memang terjadi perdebatan. Dokter itu kan menyembuhkan bukan memberi rasa sakit. Ada sumpah dokter tapi kan di beberapa negara sama seperti hukuman mati. Hukuman mati di beberapa negara hukuman mati pakai suntik mati. Jadi saya kira kalau perintah hukum mereka tidak bisa mengelak," tegas Laoly, Kamis (26/5).
Hukuman tambahan suntik kebiri kimia diatur dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang sudah diteken Presiden Joko Widodo. Selain kebiri kimia, diatur pula soal pemasangan cip bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
"Dari awal muncul wacana ini kita menolak melakukan tindakan itu (kebiri kimia)," ujar Adib saat dihubungi detikcom, Jumat (27/5/2016) malam.
Menurut Adib, melakukan kebiri kimia merupakan pelanggaran terhadap sumpah dan kode etik dokter mengenai keutamaan kesehatan pasien. Alasannya suntik kebiri yang bertujuan menekan hormon testosteron pada lelaki, punya efek negatif terhadap orang yang mengalaminya.
"Hormon testosteron selain untuk masalah hormon laki-laki, dia juga menjaga di dalam metabolisme tubuh terkait dengan masalah tulang. Kalau hormon ditekan atau dihilangkan, maka efeknya adalah kerapuhan pada tulang yang akan bisa terjadi pada orang-orang yang akan diberikan obat anti androgen. Kedua, kualitas muscle atau ototnya pun juga menurun sehingga bisa terkena resiko serangan jantung juga," papar Adib.
Atas alasan tersebut, IDI berharap Majelis Hakim yang mengambil putusan atas perkara kejahatan seksual terhadap anak, memilih untuk memperberat hukuman terdakwa.
"Kami melihat klausul yang satunya lagi kasih hukuman seberat beratnya dan hakim bisa memutuskan itu, nah itu yang kita dorong sampai kalau perlu hukuman seumur hidup supaya dia tidak berinteraksi sosial," kata Adib.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebelumnya mengatakan hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak sepenuhnya menjadi pertimbangan hakim dalam putusannya. Dokter sebagai eksekutor kebiri kimia tidak dapat menolak menjalankan putusan hakim.
"Nanti kan kalau sudah keputusan pengadilan, pengadilan lah yang menentukan. Soal teknisnya memang terjadi perdebatan. Dokter itu kan menyembuhkan bukan memberi rasa sakit. Ada sumpah dokter tapi kan di beberapa negara sama seperti hukuman mati. Hukuman mati di beberapa negara hukuman mati pakai suntik mati. Jadi saya kira kalau perintah hukum mereka tidak bisa mengelak," tegas Laoly, Kamis (26/5).
Hukuman tambahan suntik kebiri kimia diatur dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang sudah diteken Presiden Joko Widodo. Selain kebiri kimia, diatur pula soal pemasangan cip bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
No comments